BANJARMASIN – Petikan putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) RI terkait pengadaan lahan Samsat Amuntai sudah diterima pihak Kejaksaan Negeri Hulu Sungai Utara. Bahkan pihak Kejari HSU selaku eksekutor siap menjalankan putusan Kasasi MA RI tersebut.
“Kami selaku eksekutor siap menjalankan putusan Kasasi MA, yakni melakukan eksekusi para terpidana,” ucap Kasi Pidsus Kejari HSU Akhmad Zahedi Fikry SH MH, Kamis (25/1).
Menurutnya, pihaknya sudah melakukan pencarian kepada kedua terpidana, yaitu M Anshor dan A Yani. “Kita sudah dua kali mendatangi kantor M Anshor dan sudah pula menghubungi penasihat hukum A Yani,” ujarnya.
Zahedi mengatakan, saat mendatangi kantor M Anshor, ia tidak ada di tempat. Sedangkan untuk A Yani masih dalam perawatan. “Kami berharap keduanya bisa kooperatif, agar memudahkan kami melakukan eksekusi,” katanya.
Berdasarkan putusan kasasi Mahkamah Agung RI, menjatuhkan pidana kepada terdakwa A Yani dengan pidana penjara selama empat tahun dan denda sebesar Rp 200.000.000 dengan ketentuan apabila tidak dibayar di ganti kurungan penjara selama tiga bulan.
Kemudian untuk terdakwa M Anshor dengan pidana penjara selama empat tahun dan denda sebesar Rp 200.000.000 dengan ketentuan apabila pidana tidak dibayar maka di ganti dengan pidana kurungan selama tiga bulan.
Kemudian, menjatuhkan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti kepada terdakwa dan saksi Akhmad Yani sebesar Rp 565.120.000, yang diperhitungkan dengan uang yang dititipkan oleh saksi H Syaifullah kepada Kejaksaan Negeri Hulu Sungai Utara sebesar Rp 100.000.000 untuk membayar kerugian negara.
Jika terpidana tidak membayar uang pengganti paling lambat satu bulan sesudah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat di sita oleh jaksa dan di lelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.
Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang cukup untuk membayar uang pengganti, maka di ganti dengan pidana penjara selama satu tahun.
Diketahui, Muhamad Anshor selaku tim penilai dan Akhmad Yani sebagai kepala desa terlibat pengadaan tanah seluas 7.064 meter persegi untuk pembangunan Gedung Samsat Amuntai di Kabupaten Hulu Sungai Utara dari anggaran Biro Perlengkapan Pemerintah Provinsi Kalsel tahun 2013 senilai Rp 3,3 miliar. Dalam penyidikan, jaksa menyebut terdapat kerugian keuangan negara senilai Rp 565 juta.
Oleh jaksa, keduanya di dakwa Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana di ubah dan di tambah dengan UU RI No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP sebagai dakwaan primair.
Kemudian dakwaan subsidair, yakni Pasal 3 juncto Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana di ubah dan di tambah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UURI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Dengan dasar itu, JPU menuntut kedua terdakwa yang di tahan sejak 15 November 2022 berupa pidana penjara selama lima tahun dan enam bulan, dengan perintah agar supaya terdakwa tetap di tahan dan denda Rp 200 juta subsidair enam bulan kurungan.
Untuk uang pengganti, JPU menuntut agar keduanya membayar Rp 465.120.000, dan jika tidak membayar paling lambat satu bulan sesudah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat di sita jaksa dan di lelang untuk menutupi uang pengganti.
Dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang cukup untuk membayar uang pengganti, maka di ganti dengan pidana penjara selama tiga tahun.
Namun saat putusan, Hakim Ketua Jamser Simanjuntak dan dua Hakim Anggota Ahmad Gawi dan Arif Winarno memvonis bebas kedua terdakwa karena tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi, sebagaimana dalam dakwaan primair dan subsidair.
Majelis hakim membebaskan terdakwa dari semua dakwaan JPU dan memerintahkan terdakwa dibebaskan dari tahanan serta memulihkan hak-hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, harkat dan martabatnya. ris