BANJARMASIN – Terdakwa kasus dugaan gratifikasi OTT KPK di Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU) Maliki, kembali menyebut nama oknum Kejati Kalsel saat menjalani proses persidangan di Pengadilan Tipikor Banjarmasin, Rabu (23/3).
Pada sidang lanjutan dengan agenda pemeriksaan terdakwa, Maliki mengatakan kalau dirinya pernah memberikan uang kepada oknum Kejati Kalsel bernama Syahrul, sebesar Rp 300 juta.
“Karena saat itu saya ada masalah hukum terkait beberapa proyek dari tahun 2012 hingga 2016,” ujar Maliki saat menjawab pertanyaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Tito Zailani SH terkait penggunaan uang komitmen fee proyek.
Maliki mengaku sangat kecewa dengan Bupati HSU nonaktif Abdul Wahid, karena menurutnya komitmen fee proyek itu atas perintah bupati
“Komitmen fee proyek itu sudah lama. Awalnya cuma 5 hingga 15 persen. 10 persen untuk bupati, sedangkan 5 persen saya gunakan untuk operasional,” jelasnya.
Menanggapi pengakuan terdakwa Maliki yang sesuai dengan isi BAP, JPU Tito Zailani mengatakan kalau terdakwa bisa dijadikan Justice Collaborator (JC).
“Keterangan terdakwa Maliki sangat kooperatif dan sesuai isi BAP. Semoga dia bisa membantu menjadi JC, dan juga akan menjadi pertimbangan JPU,” ucapnya.
Penasihat hukum terdakwa Maliki, Mahyuddin SH MH mengatakan, kliennya telah mengajukan JC dan siap bekerja sama dengan penyidik. “Minta doanya saja. Semoga JC yang sudah kami ajukan dapat diterima,” ujarnya.
Justice Collaborator sendiri adalah pelaku tindak pidana yang bersedia bekerja sama dengan penegak hukum, untuk membongkar kasus tindak pidana tertentu yang terorganisir dan menimbulkan ancaman serius.
Diberitakan sebelumnya, mantan Plt Kepala Dinas PUPRP (Pekerjaan Umum Penataan Ruang dan Pertanahan) Kabupaten HSU Maliki didakwa telah menerima uang dari Direktur CV Hanamas Marhaini sebesar Rp 300 juta, dan Direktur CV Kalpataru Fahriadi sebesar Rp 240 juta.
Pemberian tersebut terkait adanya dua proyek sumber daya air, agar kedua perusahaan tersebut dapat mengerjakannya. Pembayarannya sendiri dilakukan secara bertahap, dan sudah diatur dalam komitmen fee antara kedua pemborong tersebut, untuk mendapatkan pekerjaan atas persetujuan Bupati HSU Abdul Wahid.
Fee yang disepakati adalah 15 persen dari pagu anggaran, yang diperuntukan untuk bupati dan sebagian dinikmati terdakwa sendiri.
Kedua pimpinan perusahaan yang disidang secara terpisah, terpaksa menyetujui pemberian fee ini agar memperoleh pekerjaan.
Proyek yang dikerjakan di tahun 2021 tersebut, di antaranya pekerjaan rehabilitasi jaringan irigasi daerah irigasi rawa (DIR) Kayakah, Desa Kayakah, Kecamatan Amuntai Selatan, dengan nilai pagu Rp 2 M yang dikerjakan CV Hanamas. Sementara CV Kalpataru ditunjuk sebagai pemenang pekerjaan DIR di Banjang dengan nilai pekerjaan sebesar Rp 1.555.503.400. ris