BANJARMASIN – Berkas perkara dugaan tindak pidana korupsi dengan tersangka Bupati Hulu Sungai Utara (HSU) nonaktif H Abdul Wahid HK, telah rampung disiapkan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk disidangkan di pengadilan.
“Minggu depan berkasnya kami limpahkan ke Pengadilan Negeri Banjarmasin, Kalimantan Selatan untuk disidangkan,” kata Jaksa Penuntut Umum KPK Titto Jaelani di Banjarmasin, Kamis (24/3).
Seiring pelimpahan berkas perkara, tersangka nantinya juga menjadi tahanan majelis hakim dan dititipkan penahanannya di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Banjarmasin.
Dijelaskan Titto, pemindahan tersangka yang selama ini ditahan di Rumah Tahanan KPK di Jakarta, guna mempermudah proses persidangan dengan menghadirkan langsung terdakwa di pengadilan secara tatap muka.
“Seperti terhadap tiga orang lainnya dalam perkara yang sama, yang bersangkutan juga bakal duduk di depan majelis hakim untuk menghadapi proses peradilan,” jelasnya.
Diketahui Abdul Wahid yang menjabat Bupati HSU dua periode sejak 2012 jadi tersangka perkara korupsi yang diungkap KPK melalui serangkaian operasi tangkap tangan (OTT) pada 2021 lalu.
Kala itu, tim KPK menangkap Plt Kepala Dinas PUPRP HSU Maliki dan dua kontraktor Marhaini dan Fachriadi tengah bertransaksi suap proyek irigasi di Kabupaten HSU.
Marhaini dan Fachriadi sudah divonis penjara 1 tahun 9 bulan serta denda Rp 50 juta oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Banjarmasin. Sementara Maliki tinggal menunggu sidang tuntutan JPU pada Rabu (30/3) pekan depan.
Seperti diberitakan sebelumnya, KPK telah menetapkan Bupati Abdul Wahid sebagai tersangka lantaran diyakini menerima suap dan gratifikasi pengadaan barang dan jasa.
Suap itu diterima Abdul dari Plt Kepala Dinas PUPRP Kabupaten Hulu Sungai Utara, Maliki yang telah ditetapkan tersangka lebih dulu.
Selain melalui perantaraan Maliki, tersangka Abdul Wahid diyakini juga menerima komitmen fee dari beberapa proyek lainnya melalui perantaraan beberapa pihak di Dinas PUPRP Kabupaten Hulu Sungai Utara. Abdul diduga menerima Rp 4,6 miliar pada 2019, Rp 12 miliar pada 2020 dan Rp 1,8 miliar pada 2021.
KPK mengatakan bahwa tidak menutup kemungkinan Bupati HSU, Abdul Wahid bakal ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus lain. Abdul diketahui juga menerima suap berkenaan dengan penunjukan tersangka Maliki sebagai Plt Kepala Dinas PUPRP Kabupaten HSU.
Untuk mengisi jabatan tersebut, Maliki diyakini memberikan sejumlah uang kepada Abdul Wahid. Namun, belum diketahui berapa jumlah uang yang diberikan Maliki kepada Abdul Wahid dalam konstruksi perkara yang disampaikan KPK beberapa waktu lalu.
Selain ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap terkait pengadaan barang dan jasa di Kabupaten HSU Tahun 2021-2022, KPK juga menetapkan Bupati nonaktif Abdul Wahid jadi tersangka kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
KPK meyakini ada beberapa penerimaan milik tersangka Abdul Wahid yang dengan sengaja disamarkan dan diubah bentuknya. KPK juga menyebut Wahid berusaha mengalihkannya kepada pihak lain.
Kasus TPPU dijeratkan KPK kepada Wahid, karena diduga ada bukti permulaan yang cukup terjadi perubahan bentuk dari hasil tindak pidana korupsi kepada aset-aset bernilai ekonomis seperti properti, kendaraan dan menempatkan uang dalam rekening bank. mb