YOGYAKARTA – Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X didampingi Gubernur Kalsel, H Sahbirin Noor melalui Staf Ahli Bidang Pemerintahan, Hukum dan Politik, Sulkan meresmikan Masjid Quwwatul Islam Yogyakarta yang berlokasi di Jalan Mataram Nomor 1, Suryatmajan, Danurejan, Yogyakarta, Selasa (10/10).
Gubernur Kalsel, H Sahbirin Noor atau Paman Birin dalam sambutan tertulis dibacakan, Staf Ahli, Sulkan mengungkapkan, pihaknya yakin pembangunan masjid ini merupakan bukti kecintaan masyarakat khususnya masyarakat Banjar yang ada di Yogyakarta kepada masjid.
Setidaknya ada tiga aspek dalam pemeliharaan dan pengelolaan masjid yang harus saling mendukung yaitu manajemen, pengelolaan program dan pengelolaan fisik arsitektur masjid.
“Keberadaan masjid sebagai tempat ibadah umat Islam memiliki peran strategis dalam menumbuhkembangkan peradaban umat,” ungkap Paman Birin.
Paman Birin juga berharap masjid ini juga dipergunakan sebagai pusat pendidikan tempat untuk membangun ekonomi dan kesejahteraan masyarakat seperti memberantas kemiskinan, kebodohan dan kedangkalan Iman.
“Saya berpesan kepada pengurus agar masjid ini dapat dikelola dengan manajemen yang baik sehingga masjid menjadi indah terawat dan mengundang orang-orang ramai untuk berkunjung dan melakukan aktivitas keagamaan di masjid tercinta ini,” pesan Paman Birin.
Sementara itu, Sri Sultan HB X menuturkan, sejarah panjang pembangunan Masjid Quwwatul Islam mencerminkan semangat persatuan, kerjasama dan hubungan baik antara warga Banjar, Kalimantan Selatan dengan DIY.
Seperti diketahui, keberadaan masjid Masjid Quwwatul Islam Yogyakarta ini tidak lepas dari peran dan eksistensi warga Banjar di DIY sejak masa sebelum kemerdekaan Republik Indonesia.
Pada masa penjajahan, warga Banjar di Yogyakarta mendirikan laskar Kalimantan yang ikut berjuang secara langsung dalam rangka merebut kemerdekaan Indonesia.
Masa tersebut menjadi awal kedekatan warga Banjar dengan Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat dan Sri Sultan Hamengku Buwono IX yang bertahta pada masa itu.
Karena banyaknya komunitas warga Banjar yang berdomisili dan menetap di kampung-kampung sekitar kawasan Menduran dan keinginan warga Banjar untuk mendirikan tempat ibadah, maka warga Banjar memohon sebidang tanah kepada Sri Sultan Hamengku Buwono IX.
Pada tahun 1943 permohonan tersebut dikabulkan dan warga Banjar menerima pemberian atau paringan dalem sebidang tanah seluas 958 meter persegi di Kampung Suryatmajan, Menduran dari Sri Sultan Hamengku Buwono IX.
Sebidang tanah tersebut oleh para warga Banjar kemudian didirikan surau atau langgar yang diberi nama Langgar Kalimantani.
“Masjid Quwwatul Islam Yogyakarta bukan hanya sekadar bangunan berdiri megah, namun tempat ibadah yang menjadi pusat pembinaan umat. Meskipun berakar dari warga Banjar, masjid ini terbuka untuk seluruh masyarakat sehingga masjid ini menjadi tempat beribadah dan mempererat tali silaturahmi umat Islam di Yogyakarta dan sekitarnya,” terang Sri Sultan.
Dikatakan Sri Sultan, arsitektur Masjid Quwwatul Islam Yogyakarta yang memadukan unsur Islam, corak Kalimantan Selatan, dan budaya Yogyakarta adalah bukti konkret dari keberagaman budaya yang memperkaya bangsa ini.
Bentuk atap masjid yang menyerupai Masjid Sultan Suriansyah di Banjarmasin serta menara golong gilig yang kental dengan budaya Yogyakarta adalah wujud dari kekayaan seni dan keindahan yang patut dibanggakan.
Sri Sultan menambahkan, membangun masjid merupakan tindakan yang sangat mulia dan penuh berkah sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW ketika hijrah bersama kaum Muslimin dari Makkah ke Madinah. Dimana Masjid Quba dan Masjid Nabawi adalah prioritas pertama dalam pembangunan kota Madinah.
“Semoga masjid ini tidak hanya menjadi tempat ibadah, tetapi juga pusat kegiatan-kegiatan produktif yang akan membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” tutur Sri Sultan.
Ketua Pembina Yayasan Quwwatul Islam atau Ketua Panitia Pembangunan Masjid Quwwatul Islam Yogyakarta, Djunaidi AB HAM menjelaskan, pada tahun 1953 dengan bertambahnya jamaah dan kegiatan-kegiatan lainnya, dibangunlah Masjid Quwwatul Islam Yogyakarta ini yang semula dinamai Langgar Kalimantani.
“Perubahan tersebut seiring ketulusan rasa persaudaraan dari kita semua bersama-sama dan terutama bimbingan dan arahan dari Ngarsa Dalem Sri Sultan Hamengku Buwono IX terhadap orang-orang Banjar yang ada di Yogyakarta ini,” ucap Djunaidi.
Djunaidi mengutarakan, pembangunan kembali Masjid Quwwatul Islam Yogyakarta ini dilakukan sejak tahun 2015 hingga 2020. Renovasi tersebut menghabiskan dana sebesar Rp15 miliar yang dihimpun dari berbagai donatur.
“Kami menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada pemerintah dan masyarakat Yogyakarta khususnya Keraton Yogyakarta atas restu dan dukungannya terhadap pembangunan masjid ini,” kata Djunaidi. tribun/adpim/ani